STATUS MENWA DIPERJELAS
Jakarta, Masadepan
Keberadaan Resimen Mahasiswa (Menwa) di perguruan tinggi terus-menerus mendapat kritik dan perlawanan dari mahasiswa yang tidak sependapat atau anti TNI. Sebagian mahasiswa menghendaki Menwa dibubarkan, di sisi lain anggota Menwa masih mengharapkan Menwa tetap exist di kampus perguruan tinggi. Masalah tersebut kalau tidak segera diselesaikan akan menjadi besar. Hal ini diungkapkan Dirjen Pendidikan Tinggi, Satryo Soemantri Brojonegoro dalam Rapat Teras di Depdiknas, Jakarta. beberapa waktu yang lalu. Untuk itu, dalam rangka memperjelas status keberadaan Menwa di perguruan tinggi, Ditjen Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) Depdiknas bersama Ditjen Sumdaman Departemen Pertahanan, dan Ditjen Kesbang dan Linmas Depdagri dan Otonomi Daerah, berupaya menyusun kembali aturannya guna meletakkan Menwa pada status dan keberadaannya di kampus perguruan tinggi dalam wadah UKM, yaitu dengan mencabut Keputusan Bersama (KB) Tiga Menteri (Dephankam, Depdiknas dan Depdagri) dan menggantinya dengan KB Tiga Menteri (Dephan, Depdiknas, dan Depdagri dan Otonomi Daerah). KB baru itu intinya menyatakan bahwa kewenangan TNI sudah terputus atau tidak ada jalur struktural lagi dengan UKM Menwa.
Dirjen Dikti lebih lanjut melaporkan, perkembangan terakhir dari permasalahan Menwa adalah ada keinginan beberapa perguruan tinggi terutama dari perguruan tinggi agama Islam (IAIN, STAIN dan sebagainya) yang menghendaki agar Dirjen Dikti menyusun petunjuk pelaksanaan (juklak) tentang Menwa tersebut.
Berdasarkan hasil pertemuan dengan Pokja Menwa, diputuskan bahwa dalam menata kembali UKM Menwa cukup dengan Surat Edaran Dirjen Dikti Nomor: 212/D/T/2001 tanggal 19 Januari 2001 yang berisi memberikan wewenang sepenuhnya kepada perguruan tinggi untuk mengatur Menwa dan mengacu pada Kemendikbud Nomor: 155/U/1998 dan SE Dirjen Dikti Nomor: 208/D/T/2000 tanggal 30 Agustus 2000, dengan disesuaikan kondisi perguruan tinggi masing-masing.
POLISI KAMPUS
Upaya pengawasan berbagai tindak kriminal di kampus perguruan tingi yang memperkirakan di masa mendatang akan lebih kompleks permasalahannya, terutama kasus narkoba, pelecehan seksual, perkelahian antar mahasiswa, perusakan fasilitas kampus dan sebagainya Dirjen Dikti mempunyai gagasan untuk membentuk Polisi Kampus. Pada saatnya nanti masalah narkoba dan tindak kekerasan mahasiswa tidak cukup hanya ditangani oleh anggota satpam, tetapi diperlukan keterlibatan suatu satuan pengaman yang lebih profesional; tidak hanya ahli dalam menjaga dan mengendalikan keamanan dan ketertiban kampus, lebih dari itu mampu menanggulangi berbagai masalah yang dapat menimbulkan keresahan warga kampus. Pembentukan Polisi Kampus ini tidak dimaksudkan untuk menghapus satpam tetapi lebih ditujukan untuk meningkatkan kinerja satpam dengan tanggung jawab yang lebih besar.
Gagasan Dirjen Dikti yang diajukan kepada pimpinan Perguruan Tinggi tersrbut mendapat tanggapan positif. Dan untuk menindak lanjuti pembentukan polisi kampus itu, telah dibentuk Kelompok Kerja (Pokja) pengamanan Kampus yang bertugas menyusun Pedoman Pengamanan Kampus di Perguruan Tinggi serta mensosialisasikan ke seluruh perguruan tinggi.
Dalam proses pembahasannya ada dua hal pokok yang dianggap krusial, yaitu; Keterlibatan Polri dalam proses pengamanan di kampus, hal ini perlu dipertimbangkan suatu mekanisme yang lebih menonjolkan peran Pengamanan Kampus itu sendiri. Hal lain, pendanaan untuk keseluruhan program dan kegiatan serta sarana dan prasarana yang dibutuhkan, memerlukan dana yang cukup besar.